Memuat...
26 September 2025 10:56

Digital Loneliness & Rasa Kesepian di Era Media Sosial

Bagikan artikel

Di era digital yang serba terkoneksi, ironisnya, banyak orang merasa semakin kesepian. Munculnya istilah digital loneliness menggambarkan fenomena ketika seseorang merasa terisolasi secara emosional meskipun dikelilingi oleh interaksi virtual. Media sosial, yang awalnya dirancang untuk mendekatkan, justru sering menjadi sumber perasaan terputus, tidak dilihat, atau tidak cukup berarti.

Kesepian digital bukan sekadar akibat dari kurangnya pertemanan daring. Ia muncul dari relasi yang dangkal, interaksi yang bersifat performatif, dan tekanan untuk tampil sempurna. Di balik senyum dalam unggahan, sering tersembunyi rasa hampa dan keinginan untuk dimengerti. Komentar dan likes tidak selalu berbanding lurus dengan rasa diterima. Sebaliknya, justru dapat memperdalam perasaan bahwa koneksi yang terjalin hanyalah ilusi.

Dalam perspektif psikologi, kesepian adalah pengalaman subjektif. Seseorang bisa merasa kesepian bahkan ketika ia dikelilingi banyak orang. Media sosial memperburuk ini karena memberikan ilusi kehadiran sosial tanpa kualitas hubungan yang sejati. Interaksi online sering kali kehilangan aspek penting dari koneksi manusia: kehadiran fisik, ekspresi wajah utuh, intonasi suara, atau sentuhan emosional yang hanya hadir dalam percakapan tatap muka.

Anak muda adalah kelompok yang paling rentan terhadap kesepian digital. Gen Z dan Gen Alpha tumbuh dengan dunia daring sebagai bagian tak terpisahkan dari kehidupan. Mereka mungkin memiliki ribuan pengikut, namun tetap merasa tidak punya tempat bercerita yang aman. Ketergantungan pada validasi eksternal seperti likes dan views menciptakan tekanan psikologis yang kronis. Ketika tidak mendapatkan respons sesuai harapan, harga diri pun bisa runtuh.

Studi menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang pasif dimana hanya melihat tanpa berinteraksi, meningkatkan risiko depresi dan kesepian. Hal ini karena perbandingan sosial yang tidak sehat, di mana seseorang merasa hidupnya kalah menarik dibandingkan apa yang dilihat di layar. Padahal, yang tampak di media sosial hanyalah potongan momen terbaik yang telah dikurasi, bukan cerminan realitas utuh.

Fenomena ini juga diperkuat oleh menurunnya kualitas relasi dalam kehidupan nyata. Banyak orang lebih sibuk dengan layar dibanding membangun percakapan mendalam. Aktivitas bersama berubah menjadi saling scrolling berdampingan. Ketika koneksi digital menggantikan koneksi emosional, yang tersisa hanyalah rasa sepi yang tidak terdefinisikan.

Psikolog menyarankan beberapa cara untuk mengatasi kesepian digital. Pertama, membatasi waktu layar secara sadar dan mengutamakan interaksi langsung. Kedua, menyaring siapa yang diikuti dan konten yang dikonsumsi agar tidak memicu perbandingan negatif. Ketiga, membangun komunitas offline yang mendukung, di mana kita bisa menjadi diri sendiri tanpa harus mengedit kepribadian.

Penting pula untuk menyadari bahwa kesepian adalah sinyal emosional, bukan kelemahan. Ia menunjukkan kebutuhan akan koneksi yang lebih bermakna. Mengabaikannya dapat berdampak pada kesehatan mental, seperti munculnya kecemasan, gangguan tidur, hingga depresi. Maka, langkah pertama untuk keluar dari kesepian digital adalah dengan jujur mengakui bahwa kita membutuhkannya bukan untuk tampil, tapi untuk benar-benar terhubung. Assessment Indonesia sebagai vendor psikotes profesional menyediakan layanan asesmen psikologi terbaik untuk perusahaan dan individu. 

Media sosial bukan musuh, namun adalah alat. Namun bagaimana kita menggunakannya sangat menentukan dampaknya. Dengan membangun kesadaran digital, menetapkan batas sehat, dan mengutamakan relasi otentik, kita bisa memanfaatkan teknologi untuk memperkuat, bukan melemahkan, kesehatan psikologis kita.

Referensi:

Twenge, J. M. (2023). Generations: The Real Differences Between Gen Z, Millennials, Gen X, Boomers, and Silents. Atria Books.

Holt-Lunstad, J. (2017). Loneliness and Social Isolation as Risk Factors for Mortality. Perspectives on Psychological Science.

Center for Humane Technology (2022). The Social Dilemma Report.

APA (2023). Digital Media Use and Mental Health in Adolescents: A Review of the Evidence. American Psychological Association.

Bagikan